Gaya Hidup

Hukum juga batasan suami menahan nafkah batin pada perspektif Islam

Ibukota – Dalam hidup rumah tangga Islami, nafkah batin merupakan hak istri yang wajib dipenuhi suami. Namun, ada situasi tertentu ke mana suami diperbolehkan menahan nafkah batin.

Lalu, sampai kapan suami diperbolehkan tidaklah menunaikan nafkah batin terhadap istrinya menurut syariat Islam? Tentu tidak ada selamanya. Ada batasan yang telah dilakukan diatur secara tegas pada ajaran Islam agar keseimbangan di rumah tangga permanen terjaga.

Simak uraian lengkapnya berikut ini, dihimpun dari bermacam sumber.

Batas maksimal suami boleh tidak ada memberikan nafkah batin

Nafkah batin merupakan bagian dari tanggung jawab suami yang mana harus diberikan untuk istri, selain dari keinginan lahiriah. Hal ini ditegaskan pada Al-Quran:

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Artinya: “Hendaklah penduduk yang dimaksud mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan pemukim yang dimaksud disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang mana diberikan Allah kepadanya. Allah bukan memikulkan beban terhadap seseorang melainkan sekadar apa yang tersebut Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS At-Thalaq: 7)

Dalam Islam, suami sebenarnya diperbolehkan untuk tidaklah memberikan nafkah batin terhadap istrinya, khususnya jikalau sang istri tidak ada lagi menghargai peran juga nasihat suami.

Ketentuan ini didasarkan pada dalil dari Al-Quran, sunnah Nabi, serta ijma’ para ulama. Langkah ini dianggap sebagai salah satu bentuk sekolah pada rumah tangga agar istri menyadari kesalahannya.

Sebagaimana firman Allah SWT:

"…وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ…"

Artinya: "… kemudian pisahkanlah mereka ke tempat tidur mereka…." (QS An-Nisa: 34)

Dalam Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah menjauh dari istri-istrinya selama satu bulan penuh. Hal ini menunjukkan bahwa suami boleh tidak ada memberikan nafkah batin di status tertentu, selama ada alasan syar’i yang digunakan mendasari-nya.

Dr. Saleh Ghanim pada bukunya “Jika Suami Istri Berselingkuh Bagaimana Mengatasinya?”, menjelaskan bahwa tidak ada memberikan nafkah batin berarti suami tidak ada melakukan hubungan suami istri dengan istrinya.

Dalam hadits juga disebutkan: "Sebagaimana Nabi Muhammad SAW pernah meninggalkan istri-istrinya pada rumah sebulan penuh tanpa diberi nafkah batin." (HR. Bukhari)

Mayoritas ulama (jumhur) setuju bahwa tiada ada batasan waktu tertentu untuk keadaan ini selama alasannya sah menurut syariat. Namun, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa batas waktu maksimal untuk menahan nafkah batin adalah 4 bulan.

Jika melintasi waktu yang disebutkan tanpa alasan yang digunakan dibenarkan syariat, maka tak diperbolehkan. Pendapat ini merujuk pada Tafsir al-Qurthubi, yang menyatakan bahwa suami diizinkan tiada memberikan nafkah batin hingga jangka waktu 4 bulan. Melebihi itu, tindakan yang dimaksud tiada lagi dibenarkan.

Dengan demikian, apabila individu suami tidak ada memberi nafkah batin terhadap istrinya selama satu bulan, hal itu masih dibolehkan sebagaimana pernah diwujudkan oleh Rasulullah SAW serta para sahabat di dalam masa lampau.

Artikel ini disadur dari Hukum dan batasan suami menahan nafkah batin dalam perspektif Islam

Related Articles

Back to top button