RUU TNI Langkah Vital Menghadapi Tantangan Global yang dimaksud Kian Kompleks

BANDUNG – Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia ( RUU TNI ) akan disahkan pada waktu siding paripurna DPR hari ini. RUU TNI merupakan langkah strategis pada menyesuaikan regulasi pertahanan dengan tantangan nasional kemudian global yang dimaksud semakin kompleks.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Inisiatif Generasi Milenial Indonesia Provinsi Jawa Barat Fikri Ali Murtadho mengatakan, Indonesia membutuhkan sistem pertahanan yang mana lebih lanjut adaptif guna menghadapi ancaman modern seperti pertempuran siber, terorisme global, dan juga bencana nasional.
“Revisi ini bukanlah sekadar inovasi biasa, melainkan bagian dari upaya meningkatkan kekuatan pertahanan nasional. Kita harus mengamati ini sebagai langkah progresif pada merancang TNI yang mana profesional dan juga relevan dengan permintaan zaman,” kata alumnus S1 Jurusan Syariah Universitas Islam Bandung (UNISBA) ini, Rabu (20/3/2025).
Salah satu aspek pada RUU TNI yang mana kerap diperdebatkan adalah kemungkinan prajurit berpartisipasi menduduki jabatan sipil. Namun, Fikri menegaskan keterlibatan militer pada sektor strategis bukanlah berarti menghidupkan kembali dwifungsi ABRI . Melainkan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan pada bidang-bidang yang tersebut membutuhkan keahlian khusus dari militer.
“Kita harus mengawasi peran militer secara objektif. Ada sektor-sektor seperti pertahanan siber, keamanan maritim, hingga penanggulangan bencana yang digunakan membutuhkan kompetensi militer. Jika regulasi ini dapat dibuat dengan batasan yang digunakan jelas kemudian di mekanisme pengawasan yang tersebut ketat, maka ini justru akan menguatkan ketahanan nasional tanpa mengganggu supremasi sipil,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fikri mencurigai adanya pihak tertentu yang tersebut disebut “kekuatan lama” yang tersebut sengaja mengarahkan oknum organisasi lalu oknum pelajar lainnya untuk menolak revisi UU TNI. Menurutnya, sejumlah yang tersebut menolak tanpa memahami substansi pembaharuan yang mana diusulkan di revisi ini.
Fikri menegaskan menolak RUU TNI tanpa mempertimbangkan permintaan pertahanan yang semakin mengalami perkembangan adalah langkah yang mana kurang bijak. Demokrasi yang sehat, menurutnya, adalah demokrasi yang dimaksud mampu beradaptasi dengan tantangan zaman tanpa kehilangan prinsip-prinsip dasarnya.
“Kita harus menyikapi revisi ini dengan perspektif yang mana tambahan luas. Jangan sampai ketakutan masa lalu membatasi upaya kita untuk merancang pertahanan yang tersebut tambahan kuat dan juga profesional. Yang terpenting adalah melakukan konfirmasi adanya mekanisme pengawasan yang ketat agar revisi ini benar-benar menghadirkan khasiat bagi bangsa kemudian negara,” tandasnya.
Di sisi lain, dinamika pada tubuh Polri juga menunjukkan bahwa reformasi struktural semakin mendesak. Mutasi besar-besaran yang mana diadakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Maret 2025, yang tersebut melibatkan 1.255 perwira dengan 29 jenderal ditempatkan di dalam kementerian serta lembaga negara, menjadi bukti kepolisian sudah lama menjalankan peran di tempat luar struktur internalnya.
Fikri menyoroti bahwa fakta ini meningkatkan kekuatan argumen bahwa reformasi di tempat tubuh Polri lebih besar urgen untuk segera dilakukan. Termasuk pada hal penempatan Polri di area bawah kementerian sebagaimana diterapkan dalam berbagai negara maju.
Sejalan dengan perdebatan mengenai kedudukan Polri pada pemerintahan, berbagai negara maju sudah menerapkan model kepolisian yang dimaksud berada di area bawah kementerian terkait. Inggris, Amerika Serikat, dan juga Prancis misalnya, menempatkan kepolisian di area bawah Departemen Dalam Negeri untuk memverifikasi akuntabilitas kemudian netralitas kepolisian pada menjalankan tugasnya.